Thursday, May 15, 2014

Mualaf Ron Mastro: Temukan Kebenaran dalam Alquran


Ron Mastro mungkin tidak menyangka hidayah Allah datang melalui buku karya Harun Yahya dan membawanya menuju Islam.
Ia mengisahkan, ketika ia masih kecil, ia dibesarkan oleh keluarga Kristen di Amerika Serikat. Setiap Ahad, Ron pergi ke gereja dan sekolah minggu. Hal yang sama seperti anak-anak Amerika lakukan. Tetapi pada saat berusia sepuluh atau sebelas tahun, Ron berhenti datang ke gereja. Ia tidak bisa menemukan jawaban yang dicarinya. Sedihnya, penjelasan yang ia terima dari gereja tidak memuaskan batinnya.
Selama masa remaja, Ron meninggalkan semua agama dan menjadi atheis. Ron mengaku tidak pernah melakukan sesuatu yang buruk namun ia sengaja melupakan Tuhan. “Saya lupa bahwa Allah ada dan Allah mengasihi seluruh umat manusia,”katanya kepada Onislam.net.
Di saat usianya beranjak 30 tahun, ia pindah ke Praha, Republik Cheska. Bagi Ron, kota ini adalah kota yang indah dengan arsitektur yang menakjubkan. Suatu hari, ketika Ron dalam perjalanan pulang, ia berhenti di stasiun kereta. “Di stasiun ada toko buku kecil. Saya lihat semua judul dan sebagian besar berbahasa Cheska Saya menemukan satu buku dalam bahasa Inggris karya Harun Yahya. Karena bahasa Cheska saya tidak terlalu baik, saya pilih buku Harun Yahya,”kata Ron.
Kemudian, Ron membawa pulang buku dan mulai membacanya. Ketika ia membaca buku tersebut, ia menyadari bahwa buku tersebut banyak menjawab pertanyaan yang membelenggu hatinya sejak remaja.
“Saya mulai mempelajarinya dan semakin banyak hal masuk akal yang saya dapatkan dari buku tersebut. Saya mulai mengerti dan memahami lebih jauh dari sebelumnya,”kata pria plontos itu.
Ia kemudian menemukan alamat website harunyahya.com dan mulai membaca buku-buku lain karya Harun Yahya. Ia menemukan tulisan Harun Yahya sangat menarik dan yang paling penting adalah menjawab pertanyaannya. Ron pun mulai menonton film dokumenter dan film pendek di website dan menemukan hal-hal baru yang mengisi batinnya.
“Karena rasa ingin tahu,  saya berhasil memperoleh salinan Alquran.  Jadi, saya mulai membaca Quran dari surah pertama. Dan saat saya selesai membacanya, beberapa hari kemudian, dalam hati saya saya menyadari bahwa apa yang saya baca  adalah kebenaran. Alhamdulillah,”kata pria berkacamata ini.
Ron akhirnya menyadari bahwa Alquran benar-benar firman Allah yang diwahyukan melalui Nabi Muhammad, saw. Ini menjawab begitu banyak pertanyaan Ron, pertanyaan tentang Yesus, Musa, dan banyak dari nabi Allah yang lain.
“Saya mulai menyadari bahwa jalan Islam adalah cara untuk mengenal Allah, bahwa Islam adalah agama yang benar umat manusia. Saya berhutang banyak kepada  Harun Yahya,”katanya.
Ron kini berada di Jerman dan bekerja di sana. Ia bersyukur dengan apa yang ia miliki. “Saya berdoa setiap hari, dan saya tahu jika saya telah melakukan hal-hal buruk di masa lalu, Allah akan mengampuni dosa saya,” katanya.
Ia mendorong semua orang agar menonton film dokumenter dan  mengeksplorasi buku-buku Harun Yahya.Ia juga mengingatkan untuk membaca Alquran dan mengamalkannya. “Jangan sampai orang di media dan jangan biarkan orang lain menentukan apa Islam itu. Biarkan Islam berbicara sendiri melalui Al Qur'an,”katanya. Sesungguhnya, lanjut Ron, Islam adalah agama seluruh umat manusia, dan benar-benar itu semua dari Allah, Alhamdulillah. “Datanglah untuk memahami firman Allah,”katanya.

Peter Gould: Seni Islami Menuntunku Memeluk Islam


Resmi memeluk agama Islam pada 2002 lalu, Peter Gould melanjutkan penjelajahan seninya dengan melakukan perjalanan ke sejumlah negara yang kaya dengan kebudayaan Islam. Gould memulai proses pencatatan dan mengekspresikan pengalamannya melalui seni dan fotografi. Dan ia semakin tertarik pada karya-karya bercorak Islam.
“Aku ingat ketika aku sangat tersentuh selama berada di Andalusia, Spanyol, pada 2003. Seni di sana seperti membangkitkan sesuatu dalam diriku dan mendorongku untuk menginvestigasi seni Islam,” kata salah seorang penggagas Creativity & The Spiritual Path (even rutin yang mempertemukan dan menumbuhkan Muslim-muslim kreatif) itu.
Gould memuji karya seni islami yang menurutnya, memiliki spektrum yang sangat kaya. Kaligrafi dan desain masjid dari tradisi Cina adalah salah satu yang dikaguminya. “Mereka berbeda,” akunya.
Dari kekaguman itu, Gould kemudian memasukkan seni Islam yang dilihat dan dialaminya ke dalam pekerjaannya. Ia mengombinasikannya dengan proyek-proyek desain grafis dan karya seni yang dibuatnya. Dan jadilah ia seorang seniman Muslim dengan karya bercorak Islam.
Ketika Gould akhirnya membuka pembicaraan tentang keislamannnya dengan kedua orang tuanya, ia menerima reaksi keterkejutan yang besar. Namun beruntung, kata Gould, mereka kini telah bisa menerima keputusannya dan ia menjalin hubungan yang baik dengan keduanya.
“Hingga titik ini, orang tuaku selalu ingin memastikan ‘Apakah anakku masih tetap anakku?’ dan ‘Bagaimana keislamannya berdampak pada kami?” katanya. “Butuh waktu untuk membawa mereka pada pemahaman yang benar tentang Islam, dan aku yakin ini akan berujung positif,” tambahnya yakin.
Kini, setelah satu dekade memeluk agama Islam, Gould telah dikenal sebagai seniman Muslim internasional. Ia telah bermitra dengan sejumlah tokoh internasional seperti musisi Yusuf Islam dan Sami Yusuf, serta Zaytuna College, sebuah institusi pendidikan Islam non-profit yang berbasis di Kalifornia Amerika Serika. Ia juga kerap diundang untuk mempresentasikan karya seninya di berbagai negara.
Selain membangun karir pribadinya, Gould memfasilitasi kreativitas seniman Muslim, dengan mendirikan Creativity & the Spiritual Path. Yakni, even yang mengkordinir berbagai pameran seni karya seniman Muslim berbakat dari berbagai belahan dunia. Sejauh ini, ia telah menggelar berbagai pameran di San Francisco, Toronto, dan Sydney.
"Saya berharap, inisiatif semacam itu akan membantu seniman-seniman Muslim untuk mendapatkan rasa percaya diri dan penghormatan, seperti yang mereka tahu dalam ajaran Islam," ujar seniman yang kini mulai merambah dunia fashion itu.

Mike Clercx: Mukjizat Alquran Mengantarkannya pada Islam


Jumat, 29 Juli 2011, tiga hari menjelang Ramadhan 1432 H, Mike Clercx (23 tahun) menorehkan sejarah baru dalam hidupnya. Pemuda berkebangsaan Belanda itu  memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Seusai shalat Jumat, Mike yang mengenakan kopiah hitam, baju koko, dan celana berwarna putih duduk bersila di hadapan sejumlah jamaah Masjid Sunda Kelapa Jakarta Pusat. Di antara jamaah yang hadir adalah kerabatnya di Indonesia, sedangkan sebagian lagi jamaah yang kebetulan menunaikan shalat Jumat di masjid tersebut.

Sesaat sebelum mengucapkan dua kalimah syahadat, Mike tampak sedikit gugup.  Ketika detik-detik itu tiba, dengan fasih dan lantang ia mengikrarkan dirinya sebagai pemeluk Islam. ‘’Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah,’’ ucapnya.

Sejak itu, Mike resmilah menjadi seorang Muslim. Ketegangan yang sempat menghinggapinya berubah menjadi kebahagiaan. Rona kegembiraan terpancar dari wajahnya. Senyum yang mengembang di wajahnya menandakan betapa leganya perasaan Mike.

 ‘’Lega,’’ ujar Mike kepada wartawan Republika, Friska Yolanda yang ikut menyaksikan ikrarnya menjadi seorang Muslim. Senyum dan kebagiaan pun terpancar dari wajah-wajah jamaah yang turut menyaksikan kebulatan tekad seorang pemuda Eropa menjadi seorang Muslim. Satu per satu jamaah pun menyalami dan mengucapkan selamat kepada Mike.

                                                                               ***


Mike berkenalan dengan Islam sejak tiga tahun silam, saat menginjakkan kakinya di Indonesia. Awalnya, pemuda yang masih berkuliah itu sama sekali tak mengenal agama terbesar kedua di dunia itu. Menurut dia, Islam yang dikenalnya di negeri Kincir Angin sangatl berbeda dengan yang ditemuinya di Indonesia.

‘’Mereka lebih menutup diri dan dianut oleh komunitas tertentu,’’ ujar Mike. Namun, sejak kedatangannya ke Indonesia, pandangannya terhadap Islam mulai berubah. Ternyata, umat Muslim di negeri yang pernah menjadi jajahan nenek moyangnya itu justru terbuka.

Adalah keluarga Herina Fauza,  sahabatnya di Indonesia, yang  membuka mata Mike untuk mengenal Islam. Sambutan keluarga Herina yang ramah dan bersahabat menghapus pandangan negatif Mike terhadap Muslim yang ada dalam pikirannya.

“Mike merasa senang ketika keluarga saya menyambutnya seperti keluarga sendiri. Karena memang seperti itulah seharusnya seorang Muslim menyambut tamu mereka,“ ujar Herina.

Perlahan namun pasti, Mike mulai tertarik untuk mengenal Islam. Mahasiswa jurusan Bisnis IT itu amat tertarik  ketika  mendengar cerita-cerita mengenai sejarah Islam dari Herina. 

Menurut Mike, sahabat yang dikenalnya dari forum diskusi di internet itu  banyak bercerita tentang sejarah Islam,  seperti bagaimana Siti Hajar memperoleh air di tanah kering MaKkah untuk putranya Ismail, atau tentang kisah hidup dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.

Kisah-kisah itu membuat rasa ingin tahu Mike terhadap Islam semakin bergelora. Diam-diam, ia mulai mencari kebenaran kisah yang diceritakan Herina. Ia melakukan banyak studi literatur untuk memperoleh kebenaran tersebut.

Mike makin dibuat penasaran, ketika Herina juga menceritakan mengenai keilmiahan Alquran.  ‘’Dia bercerita bahwa dalam Alquran pun terdapat khasiat madu atau penjelasan ilmiah lainnya yang banyak baru diketahui di era modern,’’ tutur pria bertubuh jangkung itu.

Untuk membuktikannya, Mike mulai membuka-buka Alquran dan mencoba memahami terjemahannya. Hidayah Allah SWT mulai terpancar dalam hatinya. Ia merasakan kagum terhadap agama samawi ini. Namun, ketika itu dirinya tidak berani membaca Alquran lebih banyak.

‘’Saya sempat takut nanti salah interpretasi,’’ tuturnya. Penelitiannya terhadap Islam berlangsung cukup lama. Mike membutuhkan waktu sekitar 2,5 tahun sebelum akhirnya benar-benar yakin untuk menjadi seorang Muslim. Selain membaca literatur-literatur keislaman, Mike juga banyak berdiskusi mengenai agama Islam bersama beberapa ustaz. Semua itu dilakukannya selama berada di Indonesia.

                                                                               ***

Mike dikenal sebagai pria yang mandiri dan berpendirian teguh. Ketika  akan masuk ke dalam sesuatu,  ia harus memahami terlebih dahulu apa yang akan dijalaninya. Begitu pula dengan Islam. Ia harus benar-benar memahami Islam terlebih dahulu, sebelum menjadi bagian darinya.

Mike pun belajar berpuasa dan shalat. Untuk gerakan dan bacaan shalat.  Mike belajar dari ayah Herina. Tidak ada kesulitan yang berarti ketika Mike belajar shalat. Dia juga bertemu dengan seorang ustaz di Al-Azhar untuk mengajarinya shalat. Maka setelah menjadi Muslim, kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikannya sebagai seorang Muslim tak lagi menjadi masalah.

Begitu pula dengan berpuasa. Pada tahun pertama kedatangannya ke Indonesia, Mike sempat berpuasa selama tiga hari. Ia menjalaninya dengan lancar. Tahun berikutnya, Mike kembali ikut berpuasa,  meskipun belum benar-benar memeluk Islam. Kali itu, ia berhasil menamatkan puasanya sebulan penuh.

Saat itu, Mike sedang menjalani intensif di dalam satu non government organisation (NGO) yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup selama enam bulan. Kebetulan, ketika itu masuk bulan Ramadhan.  Atasinisiatif sendiri,  ia pun ikut berpuasa.

“Dia ikut bangun ketika sahur dan makan di warung sederhana di dekat kostnya,“ tutur Herina. Maka Ramadhan pertama Mike sebagai seorang Muslim  pada tahun ini bukanlah hal yang berat, karena ia sudah mengalami dua kali Ramadhan. Bahkan, ia pernah menamatkan puasa satu bulan penuh.

Paling-paling, Mike hanya  sedikit mengeluhkan rasa capek yang dirasakan ketika berpuasa sambil bekerja. Jauh sebelum menjadi Muslim, Mike sudah mencoba dan mengetahui apa saja kewajiban seorang Muslim. Ia mengaku tidak ingin ketika  menjadi seorang Muslim tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

Mike tidak ingin setengah-setengah dalam menjalankan sesuatu. Ia tak ingin menjadi Muslim yang setengah-setengah. Pemuda itu ingin menjadi Muslim seutuhnya. Lalu bagaimana Mike memutuskan menjadi seorang Muslim?

‘’Keinginan itu muncul beberapa bulan lalu,’’ kata Mike.  Hatinya merasa yakin dengan kebenaran ajaran Islam. Tidak ada lagi keraguan dalam diri Mike terhadap Islam. Dan tiga hari sebelum Ramadhan, ia pun mengucapkan syahadat. Dua pekan pertamanya sebagai seorang Muslim ia habiskan di Indonesia.

Setelah itu, Mike harus kembali ke Belanda untuk menyelesaikan kuliahnya di Universitas Avans, Belanda. Lalu bagaimana tanggapan orangtua Mike di Belanda? Mike mengaku tidak pernah secara langsung mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang Muslim kepada keluarganya.

Sejak masuk Islam, Mike banyak berubah. ‘’Saya tidak lagi merokok, dan memakan babi,’’ paparnya. Orangtua pun menerima keputusan Mike untuk memeluk Islam. Kini, sang ibu mulai memisahkan hidangan  untuk Mike yang tidak lagi mengonsumsi babi. ‘’Mereka akan mengerti,’’ ucap Mike sembari tersenyum.

Tagatat Tejasen: Ilmuwan yang 'Islamkan' Lima Mahasiswa Sebelum Menjadi Muslim


''Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'' (QS. An-Nisa: 56)

Bagi sebagian besar umat Islam, ayat di atas terdengar seperti ayat-ayat serupa dalam Alquran yang menjelaskan pedihnya siksa neraka bagi orang-orang yang tidak beriman. Namun tidak demikian bagi Tagatat Tejasen, seorang ilmuwan Thailand di bidang anatomi. Baginya, ayat itu adalah sebuah keajaiban.

                                                                    
                                                                        ***

Konferensi Kedokteran Saudi ke-6 di Jeddah yang diikuti Tejasen pada Maret 1981 menjadi awal kisah pertemuannya dengan keajaiban itu. Dalam konferensi yang berlangsung selama lima hari itu, sejumlah ilmuan Muslim menyodori Tejasen beberapa ayat Alquran yang berhubungan dengan anatomi.

Tejasen yang beragama Buddha kemudian mengatakan bahwa agamanya juga memiliki bukti-bukti serupa yang secara akurat menjelaskan tahap-tahap perkembangan embrio. Para ilmuan Muslim yang tertarik mempelajarinya meminta profesor asal Thailand itu untuk menunjukkan ayat-ayat tersebut pada mereka.

Setahun kemudian, Mei 1982, Tejasen menghadiri konferensi kedokteran yang sama di Dammam, Arab Saudi. Saat ditanya tentang ayat-ayat anatomi yang pernah dijanjikannya, Tejasen justru meminta maaf dan mengatakan bahwa ia telah menyampaikan pernyataan tersebut sebelum mempelajarinya. Ia telah memeriksa kitabnya, dan memastikan bahwa tidak ada referensi darinya yang dapat dijadikan bahan penelitian.

Ia kemudian menerima saran para ilmuan Muslim untuk membaca sebuah makalah penelitian karya Keith Moore, seorang profesor bidang anatomi asal Kanada. Makalah itu berbicara tentang kecocokan antara embriologi modern dengan apa yang disebutkan dalam Alquran.

Tejasen tercengang saat membacanya. Sebagai ilmuwan di bidang anatomi, ia menguasai dermatologi (ilmu tentang kulit). Dalam tinjauan anatomi, lapisan kulit manusia terdiri dari tiga lapisan global, yakni Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan yang terakhirlah, Sub Cutis, terdapat ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf.

Penemuan modern di bidang anatomi menunjukkan bahwa luka bakar yang terlalu dalam akan mematikan syaraf-syaraf yang mengatur sensasi. Saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus Sub Cutis), seseorang tidak akan merasakan nyeri. Hal itu disebabkan tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent pengatur sensasi yang rusak oleh luka bakar tersebut.

Makalah itu tidak saja menunjukkan keberhasilan teknologi kedokteran dan perkembangan ilmu anatomi, namun juga membuktikan kebenaran Alquran. Ayat 56 surah An-Nisa’ mengatakan bahwa Allah akan memasukkan orang-orang kafir ke dalam neraka, dan mengganti kulit mereka dengan kulit yang baru setiap kali kulit itu hangus terbakar, agar mereka merasakan pedihnya azab Allah.

Jantung Tejasen berdebar. “Bagaimana mungkin Alquran yang diturunkan 14 abad yang lalu telah mengetahui fakta kedokteran ini?”

                                                                               ***

Sebelum berhasil mengatasi keterkejutannya, Tejasen disodori pertanyaan oleh para ilmuan Muslim yang mendampinginya, “Mungkinkah ayat Alquran ini bersumber dari manusia?”

Ketua Jurusan Anatomi Universitas Chiang Mai Thailand itu sontak menjawab, “Tidak, kitab itu tidak mungkin berasal dari manusia. Ia kemudian termangu dan melanjutkan responsnya, “Lalu dari mana kiranya Muhammad menerimanya?”

Mereka memberitahu Tejasen bahwa Tuhan itu adalah Allah, yang membuat Tejasen semakin ingin tahu. “Lalu, siapakah Allah itu?” tanyanya.

Dari para ilmuan Muslim tersebut, Tejasen mendapatkan keterangan tentang Allah, Sang Pencipta yang dari-Nya bersumber segala kebenaran dan kesempurnaan. Dan Tejasen tak membantah semua jawaban yang diterimanya. Ia membenarkannya.

Profesor yang pernah menjadi dekan Fakultas Kedokteran Universitas Chiang Mai lalu itu kembali ke negaranya, tempat ia menyampaikan sejumlah kuliah tentang pengetahuan dan penemuan barunya itu. Informasi yang dikutip oleh laman special.worlofislam.info menyebutkan bahwa kuliah-kuliah profesor yang masih beragama Buddha itu, di luar dugaan, telah mengislamkan lima mahasiswanya.

Hingga akhirnya, pada Konferensi Kedokteran Saudi ke-8 yang diselenggarakan di Riyadh, Tejasen kembali hadir dan mengikuti serangkaian pidato tentang bukti-bukti Qurani yang berhubungan dengan ilmu medis. Dalam konferensi yang berlangsung selama lima hari itu, Tejasen banyak mendiskusikan dalil-dalil tersebut bersama para sarjana Muslim dan non-Muslim.

Di akhir konferensi, 3 November 1983, Tejasen maju dan berdiri di podium. Di hadapan seluruh peserta konferensi, ia menceritakan awal ketertarikannya pada Alquran, juga kekagumannya pada makalah Keith Moore yang membuatnya meyakini kebenaran Islam.

“Segala yang terekam dalam Alquran 1.400 tahun yang lalu pastilah kebenaran, yang bisa dibuktikan oleh sains. Nabi Muhammad yang tidak bisa membaca dan menulis pastilah menerimanya sebagai cahaya yang diwahyukan oleh Yang Maha Pencipta,” katanya. Tejasen lalu menutup pidatonya dengan mengucap dua kalimat syahadat.

Michelle Ashfaq: Jatuh Cinta pada Kesederhanaan Islam


Sejak kecil Michelle Ashfaq bercita-cita menjadi seorang biarawati. Saat masih kecil, ia menghadiri sebuah kelas pelajaran agama Katolik. Dari situ, ia mendapatkan pelajaran mengenai kisah-kisah para nabi. Ia sangat tertarik, apalagi dengan kisah Nabi Isa AS.

Seiring waktu, wanita yang dibesarkan di kota kecil bersama sang kakek dan nenek di barat daya Virginia, Amerika Serikat (AS) pernah mengalami kegalauan hidup. Selain dibesarkan sebagai seorang Katolik, ia juga menghadiri gereja Baptis bersama kakek-neneknya. Ia memiliki dua tempat beribadah.

Suatu perubahan terjadi saat Michelle menginjak usia yang ke-17. Ia pergi ke gereja dan tiba-tiba ia tidak diizinkan masuk ke tempat itu. Michelle merasa bingung karena tidak diizinkan untuk masuk dan beribadah. Sementara itu, ia tak mengenal agama lain. Kehidupan beragama yang ia tahu hanyalah pergi ke gereja.

Hingga akhirnya, wanita asal New York itu mengenal Islam dari suaminya. Ia tak pernah membayangkan hidup tanpa sang suami. Hampir setahun ia bingung kemana harus beribadah setelah tidak diizinkan untuk ke gereja, padahal ia merasa sangat menyukai Gereja.

Suaminya adalah orang yang membimbingnya saat ia merasa tak tahu apa-apa soal ibadah. Sang suami dengan sabar mengajarkan Michelle akhlak Islam, bahkan ketika ia belum menjadi mualaf. ''Ia mencontohkan saya banyak hal, kemudian saya mulai membaca buku-buku Islam yang dikirim dari Pakistan oleh mertua,'' ujarnya seperti dikutip onislam.net. Sejak itu, ia mulai merasakan apa itu Islam.

Kesederhanaan Islam membuatnya tertarik untuk mulai belajar. Ia bisa membaca sebuah kitab suci dan mengerti isinya. Sangat berbeda ketika ia masih memeluk agamanya yang dulu. Ia mengungkapkan, ketika masih Katolik, ia tak memahami alkitab. ''Saya bahkan tak tahu apa yang saya baca,'' ungkapnya.

Saat itu, ia hanya mendengarkan pastor melalui ceramah. Sementara ia harus mencerna apa yang dikatakan pastor, ia memiliki banyak pertanyaan tentang iman dan nilai-nilai ketuhanan. Pertanyaan mendasar yang selalu ada dibenaknya saat masih Katolik adalah ia harus melakukan pengakuan dosa. Ia selalu bertanya untuk apa semua pengakuan itu. Baginya aneh harus mengaku dosa ke seorang pastor. Michelle muda bertanya dalam hati, ''Tidakkah ia bisa melakukan pengakuan dosa langsung kepada Tuhan?''

Pertanyaan lain yang cukup mengusiknya adalah jika umat Nasrani tidak meyakini Yesus sebagai penyelamat, bagaimana dengan nasib umat nabi Ibrahim? Bagaimana dengan orang-orang yang mengikutinya sebelum Yesus datang, padahal Ibrahim adalah nabi yang memiliki banyak pengikut. Namun, gejolak pertanyaan itu tak pernah bisa terjawab. Semua itu membuatnya frustasi.

Kesederhanaan Islam membuatnya cepat memahami Alquran dan masuk Islam. ''Saya bisa mengerti apa yang saya baca,'' ujar dia. Dari kitab suci itu, ia bisa mendapatkan semua jawaban atas pertanyaan yang ada.

''Jika Anda memiliki pertanyaan ketika Anda mulai membaca Alquran dan entah bagaimana saat membuka lembaran mushafnya, semua jawabannya sudah ada.'' Ia mengungkapkan Islam adalah agama yang mengobati semua penyakit hati.

Bagi Michelle, menemukan Islam adalah sebuah perdamaian yang tak terkira. Baginya, Islam telah membuat perbedaan yang paling luar biasa dalam hidup. Ia bahkan tak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan betapa ia bersyukur bisa mendapat hidayah untuk memeluk agama yang penuh kedamaian ini.

''Hubungan saya dengan Allah SWT tak bisa digambarkan.'' Kini, setelah berproses, ia menjadi guru pertama sebuah Akademi Islam di Charlotte, Carolina Utara.

Baginya, belajar tentang Islam adalah seperti belajar bagaimana cara hidup sebagai manusia. ''Apapun pertanyaan yang dimiliki, semua sudah ada dalam Alquran dan hadis nabi. Bagaimana menghadapi masalah sehari-hari yang tidak dapat ditemukan dalam agama lain. Shalat baginya merupakan ibadah yang membuatnya tetap fokus.

''Agar dosa kita diampuni, kita harus melakukan shalat, untuk berpikir tentang orang-orang miskin kita berpuasa,'' ujarnya.